RML : Modusnya Mengganggu Roda Pemerintahan, Bisa Jadi Itu Tindak Pidana

Manado,Narasindo.com – Tokoh Politik dan Pemerintahan Sulawesi Utara, Ramoy Markus Luntungan (RML), menegaskan bahwa Ketua Umum Partai Politik tidak memiliki kewenangan untuk memberhentikan Kepala Daerah.

Justru, menurutnya, Pemerintah yang berhak memberikan sanksi kepada Kepala Daerah jika terbukti melakukan indisipliner atau tindakan membangkang terhadap aturan pemerintahan.

Pernyataan ini disampaikan RML dalam menanggapi instruksi Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, yang melarang kepala daerah dari partainya untuk mengikuti Retret di Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah.

“Partai politik justru berada dalam sistem pemerintahan kita, bukan di baliknya,” ujar Ramoy Luntungan, Jumat (21/02/2025).

Lebih lanjut, RML menjelaskan bahwa pemerintahan merupakan bagian dari sistem partai politik, sehingga partai politik harus tunduk pada ketua partai atau legislatif. Namun, jika ketua partai tersebut telah berada dalam eksekutif dan menjabat sebagai kepala daerah, maka ia harus tunduk kepada kepala pemerintahan.

“Apalagi kepala daerah adalah pilihan rakyat atau petugas rakyat, bukan petugas partai, maka ia tunduk kepada kepala pemerintahan di atasnya,” lanjut mantan Bupati Minahasa Selatan itu.

Menurut RML, dalam sistem pemerintahan yang berlaku, kepala daerah bertanggung jawab kepada kepala pemerintahan yang lebih tinggi, bukan kepada partai yang mengusungnya.

Ia juga mengutip pernyataan bijak dari mantan Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy, “When my loyalty to country begin, when my loyalty to party the end.”

“Ketika saya mulai dalam pengabdian pemerintahan demi negaraku, maka saat itu juga loyalitas saya kepada partai berakhir,” tegasnya.

Lebih lanjut, RML menyoroti bahwa berdasarkan Pasal 4 UUD 1945, instruksi Ketua Umum PDIP yang melarang kepala daerahnya mengikuti program pemerintah dapat dikategorikan sebagai tindakan indisipliner dan bentuk intervensi yang tidak sesuai dengan prinsip pemerintahan.
“Itu salah kaprah,” tegasnya.

“Apalagi jika tujuannya adalah untuk mengganggu jalannya roda pemerintahan,” sambungnya.

Ia juga menegaskan bahwa jika tindakan semacam itu terus dilakukan, maka dapat dianggap sebagai bentuk pembangkangan yang berpotensi mengarah pada sabotase.

“Jika sampai mengganggu jalannya pemerintahan, itu bisa dikenakan tindak pidana dan diproses lebih lanjut,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *